Awal 1972 dia dikirim ke Madiun untuk merintis dojo baru dan dari sana berturut-turut membuka dojo-dojo baru di Kediri, Caruban, Solo dan Yogya .
Di Kediri inilah muncul seorang murid yang bernama Sukarno Djunaedi yang tetap
aktif dan loyal kepada Kyokushin sampai sekarang dan kini sebagai Anggota Dewan
Guru .
Jadi total ada 5 kota yang harus didatangi setiap hari untuk memberikan latihan
dan latihan . Dari Senen hingga Minggu , dan berangkat dari pagi hari hingga
kembali ke Madiun pada tengah malam .
Orang
lain bertanya-tanya apakah tidak melelahkan menjalankan tugas-tugas tsb ,
tetapi sang pemuda ini sangat menikmatinya , karena dari tugas melatih setiap
hari itu, tumbuh kematangan mental spiritualnya disamping teknik karate dan
kekuatan phisik. Keyakinan dirinya yang tinggi itulah membuat dia dikenal tahan
pukul terhadap setiap lawan yang dihadapi sehingga dikatakan memiliki dada
tebal. "Sesungguhnya bukan hanya saya yang tahan pukul, mereka yang
latihannya sedemikian rupa juga memiliki kemampuan serupa", komentar
pemuda ini.
Pada
tahun 1972 dia menerima sabuk hitam tingkat pertama (DAN I ) setelah dicoba
melawan sebanyak 17 orang yang hadir secara bergantian. Kalau di pusat Jepang
untuk mengambil tingkatan DAN I diharuskan melawan 10 orang secara bergantian,
sedangkan gurunya mencoba pada dirinya sebanyak 17 orang . Ini pengalaman yang
tidak dimiliki oleh orang lain kecuali dia .
Selama di Madiun dia tinggal serumah dengan Bondan Gunawan ,
mantan Sekretaris Negara R.I. yang hingga kini masih terjalin persahabatan
dengan baik. Bondan termasuk murid pertama di Madiun . Sering terlibat diskusi
mengenai perkembangan perguruan karate ini dan dia paling tahu bagaimana loyalitas pemuda ini terhadap gurunya . Bondan hingga sekarang masih aktif sebagai
Ketua Umum Pengurus Pusat Kyokushin.
Sumber : http://www.kyokushin-indonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar