Silat Cingkrik Maenpukulan Khas Betawi


Indonesia memang sangat kaya dengan budayanya. Hampir tiap daerah punya tradisi dan budaya yang khas. Dalam ilmu beladiri silatpun Indonesia punya banyak sekali macam dan ragamnya, dengan ke khas an masing-masing. Salah satu nya adalah silat Cingkrik, atau menurut istilahnya maenpukulan yang merupakan ilmu beladiri khas Betawi.

Berbicara tentang maenpukulan (silat) Cingkrik tidak akan terlepas dari kampung Rawa Belong, begitupun sebaliknya. Keduanya identik tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena tidak dapat dipungkiri, bahwa di Rawa Belong lah maenpukulan Cingkrik dilahirkan dan dikembangkan. Perkembangan yang demikian pesat merupakan jasa-jasa sesepuh para pendahulu maenpukulan Cingkrik di Rawa Belong dan sekitarnya.

Fenomena Cingkrik sebagai maenpukulan asli Betawi Rawa Belong, membawa nama tokoh legendaris Betawi Si Pitung, yang memang terkenal sebagai Jawara Rawa Belong. Cingkrik dianggap sebagai salah satu silatnya Si Pitung, dan ini merupakan salah satu dari sekian banyak hal tentang Cingkrik yang perlu diluruskan. Para sesepuh maenpukulan Rawa Belong meragukan bahwa Cingkrik merupakan “maenan” nya Si Pitung, sekalipun dia dilahirkan dan dibesarkan disana.

Bang Nunung sebagai salah satu sesepuh maenpukulan Rawa Belong berargumen, bahwa masa Si Pitung jauh mendahului masa lahirnya maenpukulan Cingkrik di Rawa Belong yang diperkirakan baru diciptakan pada awal abad ke XX oleh Ki Maing. Hal ini dapat ditelusuri dari skema generasi terbawah di silsilah Cingkrik Rawa Belong, yang orang-orangnya masih ada dan tetap eksis mengajar Cingkrik sampai saat ini.


Sejarah dan Perkembangan Maenpukulan Cingkrik

Dahulu banyak orang Rawa Belong yang menimba ilmu ke Kulon (tidak dapat dipastikan tempatnya, karena Meruya dan Tangerangpun sudah dianggap Kulon oleh orang-orang Rawa Belong pada waktu itu) untuk belajar ilmu agama dan ilmu beladiri, baik ilmu batin maupun maenpukulan.

Salah satu dari sekian banyak orang Rawa Belong yang belajar ke Kulon itu adalah Ki Maing, namun belum tuntas belajar, Ki Maing memutuskan untuk kembali pulang ke Rawa Belong. Hingga sampai pada suatu ketika, Ki Maing yang sedang berjalan, tongkatnya direbut oleh seekor kera milik tetangganya yang bernama Nyi Saereh. Spontan Ki Maing menarik kembali tongkatnya, hingga terjadilah perebutan tongkat antara Ki Maing dan kera milik Nyi Saereh. Si kera tidak mau mengalah begitu saja, dengan sigap dan lincahnya berusaha menarik kembali tongkat Ki Maing dengan disertai beberapa gerakan serangan dan pertahanan yang menyerupai jurus silat. Ki Maing sangat terkesan akan gerakan-gerakan kera tersebut, hingga hampir setiap hari Ki Maing mendatangi kera itu untuk kemudian mempelajari dan menganalisanya. Setiap gerakan pertahanan si kera yang lincah itu diiringi serangan, begitupun sebaliknya setiap serangan merupakan pertahanan. Dengan kombinasi antara kaki dan tangan yang begitu gesit dan lincah. Dari pengamatan gerakan natural kera tersebut, dan ketekunannya berlatih, oleh Ki Maing dikembangkan menjadi sebuah gerakan atau jurus silat, yang kemudian hari dikenal dengan sebutan Cingkrik.

Setelah merasa menguasai maenpukulan Cingkrik yang diinspirasikan dari gerakan kera milik Nyi Saereh tadi, Ki Maing memutuskan untuk kembali ke padepokannya di Kulon. Untuk menguji sampai dimana keberhasilan jurus-jurus barunya itu, Ki Maing “menjajal” satu persatu teman seperguruannya itu, yang hasilnya tidak satupun teman seperguruannya berhasil mengalahkannya. Pada akhirnya guru Ki Maing pun turut serta menjajal kehebatan jurus baru muridnya itu, namun kenyataan yang dialami oleh teman-teman seperguruan Ki Maing, dialami pula oleh gurunya. Gemparlah seluruh padepokan itu dan sang gurupun mengakui kehebatan jurus barunya Ki Maing itu.

Sekembalinya ke Rawa Belong, Ki Maing menyebarluaskannya dengan menularkan jurus barunya itu kepada jawara-jawara Rawa Belong yang pada fase ini, mulai dikenal nama maenpukulan Cingkrik, karena sebelumnya orang Rawa Belong hanya mengenal Cingkrik dengan sebutan “maenpukul”. Dari Ki Maing diturunkan kepada tiga orang, yaitu Ki Saari, Ki Ajid, dan Ki Ali.

Ki Saari
Ki Saari turut mengembangkan maenpukulan Cingkrik dan mempunyai murid bernama Bang Wahab. Bang Wahab sendiripun turut mengembangkannya dengan memliki beberapa murid, yang salah satu diantaranya adalah anaknya sendiri yaitu Bang Nur yang hingga kini masih eksis mengembangkan maenpukulan Cingkrik di Rawa Belong.

Ki Ajid
Ki Ajid turut mengembangkan maenpukulan Cingkrik dan banyak memiliki murid yang tersebar di Rawa Belong dan sekitarnya, diantaranya yang terkenal adalah: Bang Acik (Munasik), Bang Uming, Bang Ayat, dan Bang Majid. Selanjutnya dari Bang Uming, maenpukulan Cingkrik kian pesat dikembangkan. Bang Uming mengajar Cingkrik tidak hanya di Rawa Belong saja tetapi di tempat lain seperti Tenabang, Kemandoran (Permata Hijau), Kebon Jeruk/Kelapa Dua dan daerah lainnya. Adapun dari sekian banyak murid Bang Uming yang terkenal adalah: Bang Akib, Bang Umar, Bang Hasan Kumis, dan Bang Nunung. Pada masa Bang Hasan Kumis, maenpukulan Cingkrik makin terus berkembang dan terkenal, bersama-sama Bang Nunung dan kawan-kawan mendirikan Perguruan Silat Cingkrik Jatayu Tumbal Pitung. Diantara muridnya yang terkenal adalah, Bang Sapri dan Bang Warno (Suwarno Ayub) yang hingga kini masih eksis mengajarkan maenpukulan Cingkrik di Rawa Belong dan sekitarnya.

Ki Ali
Ki Ali turut mengembangkan maenpukulan Cingkrik dan juga memiliki banyak murid, diantaranya yang paling terkenal adalah:

* Ki Sinan,
berasal dari Kebon Jeruk dan turut mengembangkan maenpukulan Cingkrik di daerah Kebon Jeruk dan sekitarnya. Diantara murid-muridnya yang terkenal adalah: Bang Melik dan Bang Entong.

* Ki Goning,
 berasal dari Kemanggisan, turut mengembangkan maenpukulan Cingkrik di Kemanggisan dan sekitarnya. Memiliki cukup banyak murid, yang terkenal diantaranya adalah Bang Hamdan.

* Ki Legod,
berasal dari Muara Angke/Pesing yang juga turut mengembangkan maenpukulan Cingkrik di daerah Muara Angke/Pesing.


Asal Kata Cingkrik
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa penyebutan maenpukulan Cingkrik mulai dikenal pada masa genre kedua (Ki Saari, Ki Ajid, dan Ki Ali). Dimana kata Cingkrik muncul dari ungkapan Betawi, yaitu Jingkrak-Jingkrik atau Cingkrak-Cingkrik yang berarti lincah, hal ini mengacu pada gerakan natural dari kera yang sangat lincah, hingga dikembangkan menjadi sebuah jurus silat (maenpukulan) yang lincah, atraktif dalam serangan yang sekaligus merupakan pertahanan, dan pertahan yang sekaligus juga adalah serangan.


Sumber : 
SilatIndonesia.com
* cingkrikgoning.wordpress.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kenji Goh

"... Takutlah dengan orang yang hanya MENGUASAI satu jurus"