Salah besar jika kita selalu berpandangan bahwa orang
belajar bela diri, lebih dikarenakan alasan menjaga keselamatan. Bagi
masyarakat, ada hal lebih besar yang ingin diperolehnya dalam mempelajari
beladiri, selain sekadar mendapatkan kemampuan bertarung. Saat ini, belajar
bela diri justru lebih pada keinginan hidup sehat dan menjalin persaudaraan.
Tapi kalau model itu diterapkan sekarang kondisinya justru
akan berbalik 180 derajat. Orang yang hanya mengandalkan kekuatan fisik, justru
menjadi bahan tertawaan orang lain. Kemampuan beladiri memang dibutuhkan,
tetapi tak berarti kekuatan fisik adalah segalanya.
Perubahan ini ternyata ditangkap dengan cepat oleh Perguruan
Pencak Silat Bela Diri Tangan Kosong (PPS Betako) Merpati Putih. Perguruan
silat yang lahir tahun 1963 ini, sanggup menyulap diri menjadi perguruan yang
tidak hanya punya jurus maut dalam pertarungan, tetapi juga bisa berguna bagi
kesehatan dan bidang-bidang lainnya.
Sejak tahun 1989 Merpati Putih mengembangkan sebuah metode
getaran dalam sebuah latihan yang alami. Dengan mempelajari getaran ini,
seorang pesilat Merpati Putih sanggup membesarkan getaran di sekelilingnya.
”Kalau seseorang sudah terlatih maka dia akan bisa melakukan
pendeteksian atas objek tersembunyi, maupun membaca situasi berdasarkan energi
yang ada di sekelilingnya” ungkap Wakil Ketua Merpati Putih, Bambang Rus
Effendi. Bahkan mereka sanggup melakukan pedeteksian radiasi nuklir. ”Ini telah
dikaji di BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional) dan hasilnya sangat memuaskan.”
Pengembangan metode getaran ini jelas sangat berguna bagi
tuna netra. Meski tidak bisa melihat, namun melalui latihan getaran tuna netra
pun akan mampu membedakan dan mengidentifikasi bentuk, warna, tekstur, arah,
kecepatan, volume, dan komposisi berbagai objek.
Kesadaran akan besarnya manfaat metode getaran ini bagi tuna
netra mendorong perguruan ini pada 1995 mendirikan Yayasan Destarata.
Keberadaan yayasan ini dimaksudkan untuk membuat dan melaksanakan program
pembinaan bagi tuna netra. ”Khusus tuna netra, ada metode tersendiri, sehingga
mereka hanya butuh waktu 1 tahun untuk menguasai energi getaran,” tandas
Bambang.
Dalam perkembangannya, terdapat kurang lebih 3000 orang
tunanetra di Indonesia yang telah berlatih Ilmu Getaran Merpati Putih.
Manfaatnya, sekarang mereka sudah bisa hidup secara mandiri.
Tidak ada unsur magic dalam pengembangan Merpati Putih.
Menurut Bambang, pada dasarnya dalam tubuh manusia terdapat energi yang besar.
Namun energi ini tidak bisa dikendalikan, sehingga hanya muncul pada saat
tertentu saja.
”Misalnya waktu kita dikejar anjing, terkadang kita bisa
melompati pagar yang tinggi. Padahal kalau saat normal mungkin kita tidak bisa
melakukannya,” jelas Bambang. Ini menunjukkan dalam diri manusia itu sebenarnya
terdapat energi yang besar. Sayangnya energi ini muncul dalam kondisi tertentu
saja.
Merpati Putih kemudian menjabarkannya dalam proses
latihan-latihan. Dari sini energi yang besar itu bisa dikendalikan dan bisa dimunculkan
sewaktu-waktu. ”Awalnya, energi itu muncul dalam bentuk energi kasar, yang bisa
digunakan untuk melakukan pematahan benda-benda keras.
Seperti batu kali, kikir, balok, dan sebagainya” kata
Bambang. Sedang dalam proses deteksi getaran, energi kasar dari dalam tubuh ini
justru diperhalus dan disalurkan ke otak. Dari proses ini energi ini kemudian
dilepaskan lagi untuk mendeteksi keberadaan benda yang ada disekelilingnya.
Keberhasilan Merpati Putih dalam mengembangkan metode
getaran, memukau banyak negara tetangga. Singapura telah mengirim beberapa tuna
netra untuk mendalaminya. Hal yang tak kalah pentingnya adalah Merpati Putih
juga bisa dikembangkan untuk pengobatan dan kebugaran. Ilmu pengobatan Merpati
Putih juga mampu mengobati sejumlah penyakit.
”Pernafasan yang kita kembangkan akan bisa digunakan untuk
mengobati diabetes, asma, maupun jantung. Lewat proses latihan yang intensif,
penyakit-penyakit itu Insyaallah bisa disembuhkan,” jelasnya. Pengidap penyakit
dalam, seperti kanker, juga bisa disembuhkan tapi prosesnya melalui tehnik
getaran.
Keberadaan Merpati Putih, telah memberikan warna baru dalam
dunia beladiri Indonesia. Keberhasilan mereka dalam mengembangkan tenaga dalam,
ternyata bisa memberikan manfaat yang besar bagi pengobatan maupun kepentingan
para tunanetra.
Nama bangsa Indonesia juga beberapakali diharumkam para
pesilat dari Merpati Putih. Saat ini atlet-atlet silat Indonesia, juga banyak
yang dilahirkan dari Merpati Putih. Bahkan mereka tercatat sebagai pemegang
rekor Museum Record Indonesia (MURI), saat 11 orang pesilatnya melakukan aksi
tutup mata dari Istana Bogor hingga Balaikota DKI. Aksi yang menempuh
perjalanan sejauh 60 km itu bisa dilakukan secara lancar. (dwo)
Sumber :
Republika online
silatindonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar